Jumat, 24 April 2009

ERICK Hariyona : "Sengketa Lahan Masih Momok Investasi"

Padang, Padang Ekspres. Kerapnya terganggunya aktivitas investor di Sumbar, sepatutnya perlu dikritisi oleh berbagai pihak, terutama pemerintah daerah. Sebagai pihak regulator, pemda berkewajiban memberikan rasa aman bagi investor yang berinvestasi di Sumbar secara umum, atau pun di berbagai kabupaten/kota. ”Tanpa adanya jaminan keamanan, dikhawatirkan akan membuat para investor itu hengkang dari Sumbar. Bila sudah begitu, banyak kerugian yang dialami daerah termasuk masyarakat,” kata Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sumbar Erick Haryona kepada Padang Ekspres, Senin (20/4)

Agar permasalahan itu tidak berlarut-larut, pemerintah daerah diminta serius untuk menangganinya, sekaligus menciptakan kenyaman dan keamanan berinvestasi. Aspek itu cukup penting dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Erick menambahkan, kasus yang sering dirasakan investor di Sumbar itu adalah perkara sengketa lahan perkebunan sawit dengan masyarakat setempat. Misalnya dialami PT Minang Agro di Kabupaten Agam dengan ninik mamak Suku Tanjung Jorong Tiku. Kemudian kasus lahan lainnya yang ada di beberapa daerah lagi. Melihat dari kejadian di atas, lanjutnya, instansi terkait dalam persoalan itu diharapkan bisa menciptakan kondisi yang kondusif berinvestasi. ”Jangan cuma bisa mengajak investor untuk berinvestasi saja. Tapi juga harus mampu ciptakan suasana nyaman ke investor agar betah berinvestasi. Di samping itu kepastian hukum juga perlu dilakukan,” ujarnya. Untuk kasus lahan PT Minang Agro, Erick menyebutkan, sudah diketahui lahan tersebut merupakan hutan produksi yang dikonversi. Seperti tertuang di dalam SK Menteri Kehutanan No 258 tahun 1987.

Di tempat terpisah, Rimaison Syarief SH, seorang praktisi hukum yang pernah menanggani beberapa perkara lahan perkebunan sawit di Sumbar mengatakan, tak dapat dipungkiri lahan perkebunan kerap dipermasalahkan. Baik antara warga setempat dengan investor. Sayangnya dalam penyelesaiannya, sikap pemerintah masih setengah-setengah. Seharusnya proaktif menyelesaikan sengketa lahan yang terjadi. Sertifikat hak guna usaha (HGU) dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional untuk investor perkebunan, berdasarkan kesepakatan yang diberikan pemerintah kabupaten/kota kepada investor. Intinya, lahan HGU itu merupakan tanah negara, bukan tanah ulayat. Ketika suatu kaum menyerahkan lahan kepada pemerintah maka tanah itu menjadi milik negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar